Kita bisa melakukan kesalahan kapan saja, baik saat naik kendaraan bermotor maupun saat membuat pilihan investasi. Kesalahan itu bisa terjadi karena situasi di lapangan yang buruk, tetapi juga bisa jadi karena emosi kita sendiri. Emosi sesaat sering menjadi penyebab kenapa kita selalu melakukan tindakan aneh dan kurang rasional.
Masalah rasionalitas itu sendiri layak untuk dipertanyakan. Sebenarnya, apakah Anda termasuk orang-orang yang rasional? Banyak orang terbiasa melakukan tindakan yang tidak rasional, tetapi baru menyadarinya setelah melakukan evaluasi diri dengan bantuan orang lain. Hal ini kelihatannya remeh, tetapi trader akan sulit mencapai profit konsisten kalau terus-menerus membuat keputusan investasi secara tidak rasional.
Untuk memahami lebih lanjut tentang apakah Anda dapat bersikap rasional atau sering membuat keputusan emosional, mari menyimak beberapa situasi berikut ini.
1. Takut Akan Menyesal
Ambil contoh misalnya seorang trader telah membuka posisi buy EUR/USD dengan ekspektasi harga akan terus meningkat. Nyatanya, pergerakan harga malah menurun. Ia terpaku pada ekspektasi buy tadi, sehingga berupaya mempertahankan posisi meski pasar jelas-jelas bergerak ke arah yang berlawanan. Dia menolak untuk close posisi dan merasa malu bila posisinya yang loss ini diketahui orang lain. Dalam situasi ini, trader mungkin harus menanggung kerugian besar lantaran kena margin call, hanya karena tidak mau menyesal telah membuat sebuah keputusan trading yang salah.
Dengan situasi dan kondisi yang sama, apa yang akan Anda lakukan? Anda dapat membayangkan kondisi tersebut dengan bertanya pada diri sendiri, "Apakah saya akan melakukan buy kembali pada posisi yang sudah loss ini?" Jika jawabannya adalah tidak, maka ini adalah waktunya untuk menutup posisi Anda. Ketakutan akan rasa menyesal dan malu mengakui sebuah kesalahan terkadang malah mengakibatkan kita harus menanggung penyesalan yang lebih berat.
2. Terjerat Euforia Pasar
Kita seringkali mudah terpengaruh oleh kondisi market yang sedang bagus ataupun buruk. Investor cenderung optimis ketika market sedang booming. Hasilnya, mereka menjadi lebih sabar untuk menunggu sampai mendapatkan profit yang lebih besar. Namun ketika dihadapkan pada kondisi market yang dilanda resesi, tanpa ragu-ragu mereka dengan cepat menjual posisinya agar segera merealisasikan profit yang masih kecil.
Faktanya, kenaikan harga paling tinggi justru terjadi ketika pasar yang resesi mulai pulih kembali. Sebaliknya, pasar yang sudah terlalu booming justru menghadapi risiko tumbang secara drastis. Dinamika ini sudah terjadi berulang kali dalam sejarah umat manusia, misalnya pada era dot-com bubble (1998-2000) yang kemudian pecah (2001-2002).
3. Kepercayaan Diri Yang Berlebihan
Kita terkadang sering memandang diri kita sendiri terlalu tinggi dan bergengsi. Ketika berhasil menutup beberapa kali trading sukses secara berturut–turut, kita langsung congkak dan merasa bisa mengalahkan market. Kondisi emosional seperti ini biasanya akan berujung pada loss yang lebih besar dari keuntungan sebelumnya. Bisa jadi karena kita kemudian membuka posisi secara sembrono ataupun membuka terlalu banyak posisi trading dalam waktu bersamaan (overtrading).
Seorang trader berpengalaman menyarankan agar menghapus riwayat trading yang profit terus. Tujuannya supaya kita terhindar dari kesombongan yang bisa jadi bakal menamatkan saldo akun dalam seketika.
Dari uraian di atas, bisa dikatakan bahwa musuh terbesar kita dalam trading adalah diri kita sendiri. Kenali kondisi seperti apa yang membuat kita menjadi hilang kontrol atas diri kita sendiri. Dengan memahami apa yang terjadi dengan sisi emosional kita ketika trading, diharapkan kita dapat menghindari kesalahan – kesalahan trading seperti ini secara berulang – ulang.